Kecerdasan merupakan kemampuan dari
pola pikir seseorang yang terbentuk secara ilmiah. Kecerdasan bukan hanya pada
otak akan tetapi bisa dari kecerdasan ruhiah, kejiwaan, emosional, maupun
naturalis. Kecerdasan naturalis berkaitan dengan kemampuan untuk berinteraksi
dengan alam dan lingkungannya.
Kecerdasan naturalis penting
diajarkan pada anak, utamanya pada anak SD karena karakter positif dapat
terbentuk dari pembelajaran yang benar. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan
saya bahas dua pokok pembicaraan yaitu bagaimana model pembelajaran SAINS yang
baik dan cara membentuk karakter positif pada anak?
Model Pembelajaran
SAINS
Model pembelajaran sains terbagi menjadi beberapa
macam. Ambil contoh, saat
ini masih ditemui model pembelajaran dengan metode ceramah. Namun ada juga yang
sudah berkembang dengan pengenalan alat-alat untuk praktikum.
Sains sendiri merupakan suatu ilmu
yang menyenangkan dan asyik untuk
dipelajari karena materi yang
dipelajari banyak berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, bahkan sangat dekat dengan diri kita. Tapi terkadang anak merasa
kesulitan dalam memahami sains itu sendiri. Pada dasarnya, sains itu mudah
karena merupakan suat ilmu yang nyata/riil. Suatu hal yang membuat anak merasa
kesulitan belajar sains yaitu karena model pembelajaran yang digunakan terkadang
malah membuat anak hanya membaca teori, teori, dan teori tanpa bisa memahami dengan pasti.
Sains jika dikembangkan dengan model
pembelajaran yang baik dan tepat, dapat membuat anak semakin penasaran. Dengan penasaran
itu si anak akan mencari tahu dan akhirnya
dapat
memahami dengan baik.
Jika anak hanya mendengarkan guru dan kemudian membaca teori-teori saja
akhirnya otak pada anak tersebut hanya mempunyai kecerdasan dalam mengingat saja. Belum tentu dari hafalan itu anak akan paham. Terkadang
juga banyak anak yang tidak paham dan pada saat akhir pembelajaran ketika
diadakan ujian, anak hanya dapat mengingat teori-teori saja dan apabila tidak
ingat atau tidak bisa menjawab ujung-ujngnya
anak akan menyontek.
Hal ini dapat berimbas buruk pada anak
yaitu timbulnya kebiasaan yang jelek dan akan membentuk
karakter yang negatif yang dapat mengakar sampai dewasa.
Pandangan
terhadap anak “pintar” dan anak “bodoh” masih mewarnai percaturan dunia
pendidikan saat ini. Sekolah menjadikan guru sebagai sentral pendidikan dan siswa
sebagai penerima pelajaran, masih diberlakukan. IPA yang seharusnya menjadikan
anak kenal dan akrab dengan lingkungan, mencintai alam, ternyata si anak hanya
dapat membayangkan dan membuat si anak
berkutat pada hafalan. Kenyataan di lapangan saat ini memang sangat
memprihatinkan. Jika dibiarkan terus menerus, anak-anak tidak memiliki kepekaan
dan pengalaman langsung dalam mengenali lingkungannya.
Semua
berawal dari model pembelajaran. Jadi, bagaimanakah model pembelajaran sains
yang baik? Ciri-ciri model pembelajaran sains yang baik itu adalah model
pembelajaran yang membuat anak itu dapat belajar secara ilmiah, paham, serta
terbentuk karakter yang positif dari proses pembelajaran sains yang baik. Nah,
seperti apakah model pembelajaran tersebut? Model pembelajaran menggunakan
metode stimulasi kecerdasan naturalis masih banyak yang belum mengetahui. Apa
pengertian dari kecerdasan naturalis itu sendiri banyak orang yang tak
mengetahuinya.
Kecerdasan Ilmiah
Kegiatan menggeluti
alam dengan berbagai variasi aktivitas dapat dilakukan misalnya dengan
penanaman pohon, tanaman, bunga, mengamati pertumbuhannya, memeliharanyanya,
menyayangi binatang peliharaan, mengamati perilakunya, serta upaya pembudidayaan
hewan dan tumbuhan. Kegiatan-kegiatan etrsebut merupakan kegiatan yang positif
untuk mengembangkan karakter anak untuk lebih dekat dengan alam dan mengenali
lingkungannya.
Lingkungan alam merupakan dasar
pemikiran yang sangat penting bagi awal perkembangan pola pikir pada anak.
Melalui lingkungan alam ini anak bebas beraktivitas mengembangkan kemampuannya.
Kgiatan kecil dapat dilakukan dari literatur alam ini,. Misalnya anak dapat
melukis pemandangan, menggambar hewan, berbicara tentang indahnya warna bunga.
Kegiatan-kegiatan kecilsemacam itu dapat mengembangkan potensi pada anak.
Kecerdasan naturalis merupakan salah
satu kecerdasan yang sangat berpotensi karir. Karir itu sendiri terbentuk dari
karakter positif juga. Aktivitas yang bertumpu pada kecerdasan naturalis ini
memiliki cakupan wilayah yang sangat luas. Perkebunan, pertanian, peternakan,
langit, gunung, laut, tidak dapat dilepaskan dari berbagai aktivitas naturalis
ini.
Di Indonesia, para pendidik belum
banyak yang menerapkan model pembelajaran menggunakan stimulasi kecerdasan
naturalis. Apalagi guru-guru SD, pemegang awal pembentuk karakter anak sedikit yang tahu tentang teori
kecerdasan naturalis ini. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aryza dkk
(2002, 14-20) menunjukkan bahwa kecerdasan naturalis memperoleh stimulasi
sangat sedikit dibandingkan dengan stimulasi kecerdasan verbal linguistik,
logika-matematika, visual-spacial,musikal, kinestetik, interpersonal, dan
intrapersonal. Kecerdasan naturalis dianggap aspek yang tidak begitu penting. Bahkan
mendapat perlakuan yang kurang optimal apabila dibandingkan dengan tipe-tipe
kecerdasan yang lain.
Essensi
dari kecerdasan yaitu seseorang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi dalam kenyataan, mampu untuk menemukan suatu persoalan dan
kemudian menganalisis serta mampu memecahkannya.
Kecerdasan
naturalis dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara. Pertama, guru dapat mengajak
anak menikmati alam terbuka. Mengamati seluruh komponen, benda-benda yang ada
di alam terbuka. Pembelajaran dapat dilakukan di luar kelas. Kedua, guru dapat
menyediakan buku-buku dan CD yang berkaitan dengan seluk beluk hewan dan
tumbuhan, serta dilengkapi dengan gambar-gambar yang bagus dan menarik. Ketiga,
guru dapat menyediakan materi-materi yang tepat terkait dengan berpikir secara
naturalis, seperti menyiram bunga, menanam tanaman, dan mengamati
pertumbuhannya. Keempat, guru dapat menciptakan suatu permainan yang berkaitan
dengan unsure-unsur alam.
Seperti
halnya kecerdasan naturalis, dikembangkan agar anak-anak dapat memahami
lingkungan, menemukan suatu masalah, dan kemudian mencoba menemukan solusinya.
Misalkan saja, anak mengamati bunga mawar yang layu
Penulis, Anifatur Rosidah (Mahasiswa Pendidikan IPA UNY)